Wacana Santri

Bumiayu : Kota Santri Yang kehilangan Pesona Kesantriannya

Masjid Raya Bumiayu

Mendengar Kota Bumiayu, bagi kita kaum santri akan terbayang belanja, wisata, jalan- jalan, ngenet hingga Mie Ayam Unsoed yang terkenal pintar menggoyang lidah para penikmatnya. Namun adakah yang menyadari bahwa kota yang sangat dicintai Penduduk Brebes selatan, khususnya para santri yang tinggal di pesantren di sekitarnya, ternyata kini telah berubah, baik dari segi kemajuan budaya, social, ekonomi hingga keagamaan.

Dilihat dari berbagai sudut pandang perubahan ada yang positif dan ada pula yang negatif, begitu juga Bumiayu, mingkin banyak orang yang bangga karena kota yang di lewati sungai keruh serta mempumyai panorama alam yang indah perekonomiannya tercatat dalam kategori pesat perkembangannnya, namun jika dilihat secara historis, sebenarnya apakah yang membuat kota ini begitu terkenal, hingga bila ada orang yang bilangâ€Ãƒâ€šÃ‚ Bumiayuâ€Ãƒâ€šÃ‚ pasti langsung muncul kata santri dan seabrek aksesorisnya. Namun tahukah anda kalau kota yang pernah di duduki Belanda ini ternyata sedikit demi sedikit kehilangan jati dirinya sebagai ikon kota santri, inilah beberapa fakta Kesantrian yang telah luntur dari Bumiayu:

  • suasana pasar bumiayu

    Bumiayu dikenal sebagai kota Santri karena sangat teguh menerapkan prinsip-prinsip Muamalah (Interaksi social) dalam Islam.

  • Penduduknya sangat sopan dan gumuh dalam menyambut tamu. Tak satupun penduduknya yang memakai pakaian bikini di depan umum.
  • Dalam perdagangan khususnya di pasar warganya sangat memperhatikan kehalalan barang dagangannya, semisal contoh setiap melakukan transaksi jual beli mereka selalu menyertakan ijab qobul, biasanya pembeli mengatakan \”Kulo tumbas nggih?â€Ãƒâ€šÃ‚(Saya Beli ya?), kemudian dijawab oleh penjualâ€Ãƒâ€šÃ‚Nggih kulo sadeâ€Ãƒâ€šÃ‚(ya, Silahkan),karena syarat sahnya jual beli harus disertai dengan ijab qobul. Seperti itulah pemandangan sehari-hari yang biasa kita lihat di pasar.

 

  • Semua pedagang memakia pakaian sopan, untuk kaum pria biasa memakai kopyah bahkan ada yang menggunakan sarung, sedangkan untuk kaum wanita semuanya menggunakan Jilbab, mereka beranggapan bahwa tak memakai jilbab sama saja mengumbar aurat dan itu memang dilarang agama bukan.
  • Mayoritas penduduknya adalah santri baik orang tua maupaun muda, karena mereka cendrung menyukai mengaji kitab dan tadarus dibanding berlama-lama di depan televisi.
  • Sangat menghormati teguh memegang Agama buktinya Ketika bulan Ramadhan tak ada satupun warung makan yang buka, jika ada yang buka sama saja dengan menebar beras di jalan raya alias rugi, kenapa? Karena tak bakal ada orang yang berani makan di siang bolong, kalau ada orang yang berani, siap-siap saja bakal dihakimi oleh orang satu pasar.
  • Biasanya setelah shalat asar atau menjelang maghrib warga Bumiayu sudah rapih memakai pakaian muslim lengkap, sambil menunggu waktu maghrib tiba mereka biasa tadarusan di masjid atau pun mushola. Namun sekarang generasinya lebih menyukai nongkrong di jalan kota sambil bernyanyi yang tak jelas arahnya bahkan ada yang berpacaran.

Itulah beberapa kebiasaan yang kini telah luntur atau bahkan hilang dari ranah kota santri. Kota yang dulu identik dengan santri saja kini mulai luntur nilai keislamannya , apalagi kota besar yang tak pernah menyandang gelar tersebut, bagai mana ini? Siapa yang mesti bertanggung jawab?  Minta ke pejabat ? tak mungkin lah, mereka kan lagi sibuk mikirin urusan yang Negara, sampai tak sempat memikirkan moral keluarganya yang bersukaria dalam kemewahan dan terjebak dalam KKN apalagi memikirkan rakyatnya.akankah kita membiarkannya terus berlarut-larut?

Sebagai generasi terpelajar tak layak rasanya kita hanya memperdebatkan masalah melainkan juga harus cari solusinya , dan jangan Cuma mengandalkan pemerintah saja, melainkan ini menjadi tugas dan  tanggung jawab kita sebagai warga Negara yang baik serta generasi penerus yang di depan mata kita telah terbentang medan dakwah yang luas, serta para orang tua juga harus ikut andil. Karena menurut kitab â€Ãƒâ€¹Ã…Idhotun Nasyi\’in, tatanan sebuah Negara akan maju bila tatanan keluarga dalam sebuah Negara itu baik dan belandaskan nilai-nilai Islam.

 

Tagged , , , , ,

About miftah

Biasa dipanggil Miftah Wibowo. Santri asal Tegal yang pernah Ngangsu di Al Hikmah, Benda. Masih dan Selalu menjadi Santri Almarhum Abah Kyai Masruri Abdul Mughni. Sekarang Ngangsu di History and Civilization Departement, Arabic Faculty, Al Azhar university, Cairo. | Bookholic | Pecinta Kuliner | Traveler | Fotografi | Filateli | Suka Berkebun |
View all posts by miftah →

Leave a Reply

4 thoughts on “Bumiayu : Kota Santri Yang kehilangan Pesona Kesantriannya

  1. Bagus deh Akhi….tp g semua ko pd Bulan Ramadhan g pd mkan dBMY…q pernah liat,,,bnyk jga yg g puasa…mmang masih daerah sekitar bnyk’y Santri gtu deh???Wacananya menarik Santri yg baca deh???tp mmng da Bakso Unsoed da jga Mie Ayam’y kali…s’tahu q sieh????

  2. Bener jga,,,,,Ruroh Mahabbah Islam menyukai….Wacananya bagus,,,,tp emang ada bakso Unsoed….yg da jga Mie ayam kali Akhi????

  3. Oya bener Mie Ayam Unsoed ..terima kasih atas cross ceknya..lain kali lebih teliti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *