Bernostalgia Kampung Halaman di Negeri Orang

Cairo

Metropolitan Kairo, kota terbesar di Afrika utara.

Rindu, merupakan perasaan yang acap kali menimpa seseorang bila jauh dari orang yang kita cintai atau kampung halaman tempat kelahiran, biasanya menimpa orang yang bekerja diperantauan atau mahasiswa yang menuntut ilmu di luar kota kelahiran, tapi apa jadinya bila tempat perantauan atau lahan mencari ilmu letaknya begitu jauh, berbeda negara dan dipisahkan oleh luasnya samudera? lalu bagaimana bila rindu?, lalu anda menjawab "Kenapa mesti bingung, tinggal beli tiket pesawat dan pulang beres kan". Beres, bagi anda yang berkantong tebal atau sudah berpenghasilan, tapi kalau kantong kering, uang bulanan masih dikirim orang tua, masih juga minta uang untuk beli tiket pesawat pulang ke kampung halaman, apa tak malu?

Itulah kisahku yang sekarang sedang dilanda rindu, apa jandinya rindu tapi tak bisa pulang, mau tak mau harus bisa bernostalgia dengan suasana yang mirip kampung halaman. aku sedang meneruskan jenjang studi di Negeri Seribu Menara. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin dilepas oleh kedua orang tua dan pamanku di Bandara Soekarno-Hatta, masih lekat dibenakku peristiwa haru tersebut, saat itu jam 3 siang tanggal 24 September 2012 dan sekarang ternyata sudah 8 bulan lebih  aku di negeri tempat kelahiran nabi Musa. As ini.

Di Mesir, aku dan mahasiswa Indonesia lainnya kebanyakan memilih tinggal di Kairo, kota terbesar di Afrika. Karena selain dekat dengan  Universitas Al-Azhar, di kota ini banyak toko, penerbit buku serta memiliki banyak fasilitas publik, kota ini merupakan kota bersejarah, setiap jengkal buminya selalu punya sejarah. Secara  geografi kota ini terletak di sebelah timur sungai Nil, kota ini hampir semuanya dikelilingi oleh gurun pasir tandus, kecuali bagian kota yang berdekatan dengan Nil yang tampak hijau dan subur. Karena  dikelilingi gurun, jika musim panas, suhu Kairo akan lebih panas, bahkan di malam hari sekalipun (more…)

Mengembalikan Ruh Kepenulisan Pelajar

Menulislah pemuda!

Pelajar merupakan predikat yang diberikan kepada orang yang sedang menimba ilmu, mereka terbiasa dengan berbagai hal yang berhubungan dengan proses mencari pengetahuan, mulai dari mendengarkan, membaca, hingga menulis apa yang mereka dapatkan. Pelajar menjadi kaum intelek yang mewarisi semangat para pejuang bangsa. Mereka menjadi penerus para pendahulunya dalam memajukan bangsa. Jika pada masa penjajahan, para pendahulu bangsa berjuang dengan jiwa dan harta mereka, namun sekarang para pelajar meneruskan perjuangan dengan menulis, karena merdeka bukan berarti perjuangan selesai.

Sejarah mencatat, bahwa Revolusi Pemerintahan di seluruh dunia dimulai dari goresan tangan para kaum pelajarnya. Sebagai contoh Indonesia, masa reformasi bermula ketika para mahasiswa menentang sikap Presiden yang sewenag-wenang, mereka meninginkan presiden untuk turun dari kursinya, mereka mulai melayangkan kritikan demi kritikan lewat surat kabar. Goresan tinta mereka banyak membuka pemikiran mahasiswa lain untuk melakukan aksi yang sama, sehingga menyulut demo besar anti-pemerintah yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto. Terbukti bahwa lewat karya dan tulisan pelajar ataupun mahasiswa, mereka mampu menjadi agent of change , agen perubahan dari era diktator menuju era demokrasi. Namun apa jadinya bila kaum intelek ini mulai bungkam, mereka berhenti menulis (more…)

Welujeng Surfing, Kami datang!

425025_363817557020624_1376158004_n

Kiri-kanan : Sufyan, penulis dan Farobi, delegasi Al-Hikmah

Senang dan bangga, itulah yang terlihat di wajah para relawan TIK asal Malhikdua, Bumiayu, Brebes. Setelah melakukan perjalanan melelahkan selama 8 jam dengan bus pariwisata Arjuna, akhirnya Sabtu pagi (28/4) para delegasi Malhikdua yang diwakili Sufyan, Farobi dan saya sampai di Bandung. Ini kali pertama, mereka para delegasi yang masih santri ini mengikuti acara Festival di luar kota, karena sebelumnya belum ada siswa malhikdua yang berhasil melobi dan meminta izin untuk mengikuti festival seperti ini, apalagi bertaraf nasional. Rencananya di Kota Kembang ini, mereka akan mengikuti serangkaian acara Festival TIK untuk Rakyat yang diselenggarakan di Polyteknik Telkom selama 2 hari. Festival nasional yang berlangsung mulai 28-29 April ini bekerja sama dengan (more…)

Teguran berharga dari Abah

Sebuah renungan

Tak seperti biasanya , selasa pagi ini aku bisa bangun sendiri lebih cepat, kulihat sekeliling kamar Hasan Al-Bashry masih ada yang tidur namun sebagian telah mandi dan ada yang sudah siap berangkat. Jam dinding menunjukan pukul 04.15, segera ku raih kitab Kifayah dan buku tulis yang sengaja ku persiapkan untuk mencatat pengajian Abah Mukhlas yang ku beri judul" Untaian Mutiara". Sungkan, mungkin kata yang tepat, ketika aku ingin membangunkan anak-anak, kenapa? karena setiap ngoprak-ngoprak hasilnya malah aku yang terlabat jamaah sehingga harus rela duduk di shaf paling belakang.

Keluar kamar, ternyata masih banyak anak yang terlelap, anehnya ada yang janggal, karena sudah jam -04.30 , bel pengigat belum juga berbunyio dan ku lihat kantor juga masih sepi. Apakah pengurus masih tidur?

Keluar komplek Aku teringat bahwa sandalku hilang, (more…)

Jatuh ke selokan saat khutbah Jumat

Mungkin tak pernah terbayang olehku bagaimana jatuh ke selokan ketika khutbah Jumat sedang berlangsung. Mau tahu seperti apa kisah lengkapnya, mari kita simak bersama detik-detik terakhir jatuhnya sang miftahuna ke selokan hehhh.

Jumat ini seperti biasanya sangat menyenagkan, karena selain Hari yang penuh berkah. ada kuliah subuh, waktu luang untuk melepas penat, banyak rapat, cairan , ro'an sampai mencuci pakaian. (more…)